Bab 3. A Blessing in Disguise

"Andara san.....".

Untuk sesaat, gadis itu tidak berani menjawab panggilan Miss Watanabe.

Sebagai newcomer di kantor itu, ia tidak tahu bagaimana cara untuk menangani kemarahan Miss Watanabe, yang tentu saja tidak masuk akal.

Andara berpura-pura tidak mendengar panggilan supervisornya, ia buru-buru masuk ke dalam ruang printing. Bak seekor cheetah, Andara berlari secepat mungkin untuk menghindari pantauan Miss Watanabe.

Untunglah akalnya seribu, gadis itu akhirnya berhasil sampai di mejanya. Andara buru-buru membereskan semua perlengkapannya dan ia segera mengendap-endap menuju ke arah lift. Sepanjang upaya pelariannya, Andara terus-terusan berdoa agar ia tidak bertemu dengan Miss Watanabe.

Terkadang malang memang tak dapat ditolak.

Ketika pintu lift terbuka, ia melihat sosok Miss Watanabe yang tengah membeli kopi instan di vending machine yang ada di lobby.
"Sial... ketemu lagi.....".

Andara cepat-cepat menutupi wajahnya dengan file berukuran A4. Ia berharap Miss Watanabe tidak menyadari kehadirannya.

Gadis itu berusaha kabur secepat mungkin dari lobby kantor. Naas, hak sepatunya patah! Pletok, begitu bunyinya.

"Duh, kenapa mesti patah sekarang sih...." gerutunya panik.

Sebelum ia menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya, Andara pun mencopot sepatu dengan hak yang patah itu. Ia buru-buru memasukkan sepatunya ke dalam tas, dan berlari sekencang mungkin dengan satu kaki telanjang.

Finally, ia berhasil keluar dari gedung perkantorannya.

Tapi masalah belumlah selesai. Dengan satu kaki yang tidak bersepatu, sudah pasti ia akan mendapatkan pandangan aneh dari orang-orang di sekitarnya.

Apa yang harus ia lakukan?

Ia tidak punya sepatu ekstra.

Andara memandangi sepatu favoritnya yang ia bawa dari Indonesia.

Masa iya, hak satunya juga mesti ia patahkan?

Tidak ada jalan lain sepertinya. Ia harus merelakan sepasang sepatunya rusak.

Andara membuka sepatu kanannya, dengan berat hati ia pun memukulkan sepatu itu ke pot bunga yang ada di pinggir jalan.

Tapi yang namanya pengalaman pertama, pasti ada cerita gagalnya.

Alih-alih copot, sepatu Andara malah terbelah menjadi dua, alias patah setengah!

"Whattt the?????" ujarnya lemas.

Gadis itu membolak-balikkan sepatu kesayangannya.

Sang sepatu bergerak lemas, seperti ikan tanpa tulang.

Andara menangisi kebodohannya.

Terus bagaimana ia bisa pulang ke rumah?

Pip!

Ia mendengar suara pesan teks yang masuk ke dalam teleponnya.

Esqandar!

"Awak dimana? Miss Watanabe sedang cari awak....".

Andara membalas pesan pria berjenggot itu.

"I am in trouble, kasut saya patah! Help me!".

"Ya Allah, bagaimana boleh?! Saya cari bantuan.... dimana kedudukan?".

"Aku di dekat halte bis no. 5.... Sembunyi di dekat jidohanbaiki...".

"Jidohanbaiki?".

"Ah, maksudku vending machine". Andara lupa kalau Esqandar juga tidak familiar dengan kosakata Jepang.

***

Sepuluh menit kemudian Esqandar datang dengan sebuah sandal slipper di tangannya.

Ia menyerahkan sandal itu ke tangan Andara.

"Esqa... ini kan sendal toilet... kok kamu tega?" seru Andara dengan suara bergetar. Kalau ia sampai mengenakan sendal toilet ini di kereta, apa kata dunia?

"Oh, masa? Tetapi baik ini... lihat warna ini cantik, seperti sendal kulit" ujar Esqa sambil menunjuk ke tekstur sendal yang berwarna cokelat tua.

"Ini sendal toilet..... " isak Andara putus asa. Lama-lama ia kesal juga dengan Esqa yang bersikeras bahwa sendal itu cukup fashionable. Apa mata Esqa sudah rusak? Masa dia tidak paham bedanya sendal kulit sama sendal toilet!

"Jangan menangis.....saya fikir dulu...".

Esqa tiba-tiba menghampiri seseorang yang sedang berjalan masuk ke komplek perkantoran.

"Excuse me...... I need help".

Ia kemudian membawa pria itu ke tempat dimana Andara tengah duduk meratapi sepatunya yang rusak.

"Kami cari toko sepatu terdekat, apakah ada?" tanya Esqa sambil menunjuk ke arah kaki Andara yang telanjang.

"Oh, Miss Andara....".

Suara itu!

Suara itu!

Masa iya?

"Waaaa........" jerit Andara terkejut.

Maruyama Shota.

Iya, Maruyama Shota tengah berdiri di depannya dengan wajah super coolnya. Ia merapihkan dan merapihkan earphonenya ke saku celana.

"Jatuh?".

Andara menggeleng.

Di dalam hati, ia mengutuk Esqa yang membawa Maruyama menyaksikan ketololannya.

Dengan bahasa Inggris yang fasih, Esqa menjelaskan kronologi rusaknya sepatu Andara. Informasi yang diberikan sangat detil, bahkan terlalu detil. Pria Malaysia itu juga ikut menceritakan upaya pelarian Andara dari Miss Watanabe.

"Esqa, bagian itu ga usah diceritain kenapa?" protes Andara dengan suara yang setengah berbisik.

"Ahaha... saya terlupa!" tawanya dengan muka tak bersalah.

Maruyama meminta kami semua menunggunya untuk sepuluh menit. Setelah memasukkan seluruh perlengkapannya ke tas, ia bergegas turun.

"Ini pakai dulu walaupun kebesaran...." ujar Maruyama sambil menyerahkan sepatu keds berwarna putih.

"Ini?".

"Sepatu olahraga saya.... pakai saja dulu...".

Andara mencoba mengenakan sepatu milik pria itu. Ukurannya memang sedikit kebesaran, tapi ia bisa berjalan.

"Kamu tinggal di daerah mana?" tanya Maruyama.

"Dekat Matsudo Station".

"Ok, kita naik taksi aja..." seru Maruyama sambil memberhentikan taksi yang kebetulan melintas.

"Saya tidak ikut ya? Masih belum menyelesaikan tugas dari Miss Watanabe" pamit Esqa.

"Eh?" Andara menjadi gugup. Maksudnya, dari momen ini, ia hanya akan berdua saja dengan Maruyama?!

Oh My God!

Andara mencoba memberi kode kepada Esqa agar ikut dengannya. Ia bisa mati terduduk jika begini caranya!!!!

Jantung Andara berdegup kencang.

Ia mengetuk jendela taksi dan menggoyangkan tangannya supaya Esqa ikut masuk.

Namun pria itu salah sangka, ia malah mendadahi Andara.

"Cari kasut yang cantik ya!".

No way!!!!!!!!! Ia akhirnya benar-benar hanya berdua saja dengan Maruyama.

"Matsudo eki made onegaishimasu (Tolong antar sampai Stasiun Matsudo)" pinta Maruyama ke sang sopir taksi.

Andara meremas jasnya.

Ia tak bisa memungkiri jika pesona Maruyama terlalu kuat.

Keringat dinginnya keluar. Ia ingin menangis sekencang-kencangnya.

Ini kali pertamanya ia berpergian dengan seorang pria- yang tidak bisa dibilang sebagai teman. Bagaimana ini? Apa yang harus ia bicarakan dengan Maruyama?

"Kamu kena peraturan aneh itu juga?" tanya Maruyama membuka pembicaraan.

Andara menoleh.

Peraturan?

Peraturan apa?

"Maksudmu?".

"Watanabe-san.... aku tahu mengenai seluruh peraturan konyolnya...." seru Maruyama dalam aksen bahasa Inggris yang seksi.

Andara terdiam.

Pria ini, ia tahu mengenai perasaan Miss Watanabe padanya?

"Apa ia membullymu karena ada yang melaporkan bahwa aku mengantarmu ke toko stationary? ".

Eh?

Ketika Andara baru saja mau menggeleng, Maruyama sudah melanjutkan kata-katanya.

"Konyol... suka-suka aku mau mendekati siapa...".

Andara terdiam.

Ia lebih mencurigai laporan seorang karyawati yang melihat kebersamaannya dengan Ryuichi Sakamoto. Andara tidak yakin jika kemarahan Miss Watanabe disebabkan oleh asistensi yang diberikan oleh Maruyama saat mereka berdua pergi ke toko stationary.

"Wah... apa itu?" tanya Andara saat melihat bangunan tinggi yang mulai berkerlap-kerlip.

"Tokyo Sky Tree...".

"Apa itu? Tower biasa? Kita bisa naik?".

"Kamu belum pernah?".

"Aku belum berjalan kemanapun..... aku takut nyasar".

Maruyama terbelalak.

"Jadi belum pernah kemana-mana?" tanyanya lagi.

Andara menggeleng.

"Ada tempat yang ingin kamu lihat? Aku bisa mengantarmu..." tawar Maruyama.

Jantung Andara berdegup.

Haruskah ia mengiyakan tawaran Maruyama?

Tapi jika ia menerima tawaran tersebut, akankah itu berdampak pada kelancaran karirnya di kantor?

Ia berpikir keras. Ya, ia harus memikirkan jawaban ekstrim agar Maruyama tidak jadi menemaninya.

"Pameran tentang hantu dan makhluk gaib".

Gadis itu tersenyum bangga.

Ia yakin bahwa Maruyama tidak akan jadi menawarkan diri menjadi guidenya.

Seperti yang diduga Andara, wajah Maruyama berubah.

Ia pun terkekeh, "jenius... jenius" pujinya bangga.

Dengan begini Maruyama akan berpikir dua kali untuk menemaninya.

"Kamu suka hantu? thriller?" tanyanya.

Andara mengangguk dengan penuh percaya diri.

"Zombie? Criminal case?".

Sebutkan, sebutkan semuanya, gumam Andara sombong. Ia yakin bahwa tidak ada pria yang sanggup mengikuti hobi anehnya.

"Oh My God!" seru Maruyama dengan wajah terkejut.

Andara tersenyum licik.

Yes, dia berhasil memasang pagar!

"I am really into those kinds of things!" sahutnya gembira.

Wajah Andara berubah pucat. Ia memastikan bahwa kupingnya bekerja dengan normal.

Maruyama langsung menunjukkan smartphonenya.

"Ini ada pameran sabtu ini di Ueno... tentang one hundred of ghost stories.... kamu mau lihat? Yuk, kita pergi bareng....".

Andara mengurut dada.

Ternyata... strateginya salah.

Maruyama juga penggemar cerita-cerita horor! Pria itu menjelaskan beragam macam setan di Jepang dengan berapi-api.

Sifat coolnya lenyap. Sepanjang perjalanan menuju Stasiun Matsudo, pria tampan itu sibuk mengenalkan sejumlah mitos gaib yang terkenal di Jepang. Andara sebenarnya senang, ya- karena ada manusia aneh lain yang memiliki hobi yang sama dengannya. Tapi di sisi lain, ia jadi cemas. Bagaimana kalau Miss Watanabe menangkap kedekatannya dengan Maruyama? Walaupun awalnya Andara ingin memperjuangkan haknya untuk jatuh cinta, tapi jika ia teringat dengan wajah mengerikan Miss Watanabe tadi sore, keberaniannya hilang.

Wajah Stasiun Matsudo mulai terlihat.

Supir taksi menurunkan mereka di depan bangunan departement store ITO YOKADO. Maruyama mengeluarkan kartu kreditnya untuk membayar ongkos taksi yang hampir mencapai 3500 yen tersebut. Andara mencoba menghentikan Maruyama tapi pria itu bersikeras.

"Kamu kan harus beli sepatu... simpan uangnya untuk itu saja".

Andara jadi merasa tidak enak. Hari ini ia sangat menyusahkan pria yang menjadi idola satu kantor itu.

Maruyama kemudian mengajak Andara ke dalam pusat perbelanjaan.

Ia menemani Andara ke pojokan sepatu. "Kalau tidak ada yang kamu tidak mengerti, tanya aku saja ya... aku akan menunggu di kursi itu" serunya sambil menunjuk ke arah tempat duduk cokelat.

Andara mengangguk. Ia tidak ingin menyusahkan pria itu terlalu jauh. Gadis itu buru-buru memilih sepatu yang ia suka dan membayarnya.

"Sudah... terima kasih atas bantuanmu".

Wajah pria itu terkejut, ia melirik ke arah jam tangannya. "Cuma sepuluh menit?" serunya dengan wajah tak percaya.

Andara mengangkat kantung belanjaannya. "Sudah... aku sudah beli apa yang kubutuhkan".

Maruyama tersenyum kecil, matanya berbinar-binar. Ia terlihat begitu tampan hingga Andara nyaris mati berdiri.

"Cakep..... " gumam Andara gemas.

"Hmm, sudah jam 7... kamu mau makan dulu?" tanya Maruyama.

"Aku di rumah saja... aku tidak tahu apa yang bisa kumakan disini..." jelas Andara sambil menjelaskan mengenai restriksi makanan yang ia miliki.

Pria itu mengangguk, ia baru tahu jika Andara tidak bisa mengonsumsi sejumlah makanan seperti daging dan alkohol.

"Apa...a-pa.. aku boleh meminta nomormu? Biar, bi-ar... kita mudah membuat janji untuk pergi ke pameran..." tanyanya dengan suara terbata-bata.

Andara menyorongkan teleponnya. Mereka berdua kemudian bertukar QR Code.

Untung saja sepatunya patah, jika tidak mana mungkin ia bisa menyimpan nomor pria yang sangat populer di seluruh anak perusahaan ST Technology itu!

What a blessing in disguise!

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top